-dari “Topeng Bangsa Meksiko”, Octavio Paz
Dan bagi saya semua sikap ini, meskipun datang dari sumber yang berbeda, membuktikan hakikat “tertutupnya” reaksi kami terhadap dunia di sekeliling kami atau sesama kami. Namun mekanisme pertahanan dan pelestarian diri kami tidak lah cukup. Dan oleh karena itu kami memakai disimulasi(penyamaran, penyaruan), yang hampir menjadi kebiasaan kami. Ia tidak meningkatkan kepasifan kami; sebaliknya, ia menuntut kreativitas yang aktif, dan ia harus membentuk dirinya dari waktu ke waktu. Kami memang berbohong untuk kesenangan, seperti juga orang-orang lain yang suka berimajinasi, tapi kami juga berbohong untuk menyembunyikan diri sendiri dan melindungi diri dari penyusup. Berbohong memainkan peran penting dalam hidup keseharian kami, politik kami, hubungan cinta kami, dan persahabatan kami, dan karena yang kami hendak tipu adalah diri kami sendiri dan orang lain, kebohongan kami cemerlang dan subur, bukan seperti rekaan kasar orang lain. Berbohong adalah permainan tragis di mana kami mengorbankan sebagian dari diri kami sendiri. Maka kami tidak perlu menghujatnya.
Si penyaru berpura-pura menjadi seseorang yang bukan dirinya. Perannya menuntut improvisasi konstan, sebuah langkah ke depan yang stabil menyeberangi medan pasir yang selalu berubah. Setiap saat, ia harus membuat-ulang, menciptakan-ulang, memodifikasi pribadi yang ia mainkan, sampai datang saatnya ketika realitas dan tampilan, kebohongan dan kebenaran, menjadi satu. Awalnya kepura-puraan hanya khayalan buatan yang diniatkan untuk membuat para tetangga kita kagum, namun lama kelamaan ia akan menjadi realitas yang lebih unggul,- karena lebih artistik. Kebohongan kami mencerminkan apa kekurangan kami maupun apa yang kami hasratkan, baik sosok yang bukan kami maupun sosok yang kami ingin jadi. Melalui penyaruan kami menjadi semakin mirip dengan suri tauladan kami, dan kadang si pengial, seperti yang dicermati Usigli, menjadi satu dengan kialnya dan dengan demikian menjadikannya otentik. Kematian Profesor Rubio mengubahnya menjadi orang yang dia ingin menjadi: Jendral Rubio, seorang revolusioner tulus dan seseorang yang mampu membawa dorongan segar dan kemurnian baru pada Revolusi yang tengah mengalami stagnasi. Dalam naskah Usigli Profesor Rubio menciptakan diri yang baru dan menjadi jendral, dan kebohongannya begitu mirip dengan kebenaran bahkan Navarri yang korup pun tidak punya pilihan lain selain membunuhnya, seakan membunuh mantan komandannya, Jendral Rubio, sekali lagi. Dengan membunuhnya, ia membunuh kebenaran Revolusi.
Jika kita dapat mencapai keotentikan melalui jalan kebohongan, ketulusan yang berlebihan dapat membawa kita pada bentuk-bentuk kebohongan yang lebih murni. Ketika kami jatuh cinta kami membuka diri dan mengungkapkan perasaan-perasaan intim, karena sebuah tradisi kuno menuntut si lelaki menderita demi cinta menunjukkan luka-lukanya pada yang dicintainya. Tapi dalam mempertunjukannya, sang pecinta mengubah dirinya menjadi suatu citra, sebuah obyek yang ia haturkan kepada yang dicintainya dan pada kontemplasinya sendiri. Sang pecinta meminta yang yang dicinta untuk memandangnya dengan mata memuja sebagaimana sang pecinta memandang dirinya sendiri. Dan kini pandangan yang lain tidak menelanjanginya; melainkan membungkusnya dengan rasa iba. Ia telah mengajukan dirinya sebagai tontonan, meminta para penonton untuk memandangnya sebagaimana ia memandang dirinya sendiri, dan dengan demikian ia berhasil selamat dari permainan cinta, ia berhasil menyelamatkan diri sejatinya dengan menggantinya dengan sebuah citra.